ABOBES KAPAR/ABOBS KAPAR(UANG SUSU Vs KAIN GENDONG) Oleh: MANFAWAWIR AR SUPINE
Ikatan adat dan pelaksanaannya :
---------------------------------------------------
Oleh : Manfawawir Ar Supine,
---------------------------------------------------
UANG SUSU, Vs
KAIN GENDONG
(Abobes Kapar/Abobs Kapar)
BAYAR UANG SUSU,
-------------------------------
Bayar uang susu adalah budaya umum yang selalu digunakan oleh sebagian besar suku di Papua, terlebih mereka yang mendiami pesisir garis pantai Tanah Papua dan Papua Barat.
Pembayaran uang susu terjadi ketika adanya perkawinan antara dua suku atau sesama suku orang Papua terlebih suku Biak sebagaimana disampaikan pada awal tulisan ini.
Namun dari cara dan pelaksanaan prosesi pembayaran uang susu secara khusus suku Biak, sudah keluar jauh dari makna adat yang sesungguhnya dengan mengkolaborasi adat dan kebiasaan sebagian suku diteluk Saireri, Tabi dan Bomberai dan lain-lain suku yang menamakan proses ini pembayaran uang susu dari segi bahasa indonesia dan bahasa daerahnya masing-masing.
BAYAR KAIN GENDONG
------------------------------------
Lepas kain gendong (Abobs kapar) adalah adat suku Biak yang sesungguhnya dan sebenarnya, namun prosesi adat ini salah ditafsirkan oleh sekelompok komunitas tertentu secara khusus suku Biak yang mendiami pulau Biak, Numfor, Raja Ampat, Dore dan Amber Baken.
Kebanyakan dari mereka mengesampingkan prosesi adat bayar uang susu atau abobs kapar dengan cara membayar uang susu yang tidak mencerminkan adat suku Biak yang sesungguhnya.
Dalam prosesi pembayaran uang susu/lepas kain gendongan/abobs kapar kepada mama mantu, pihak yang berhak melakukan prosesi ini adalah pihak yang menjual, pihak yang mengawinkan atau oknum yang berhak penuh atas perempuan tersebut.
Contohnya......
Didalam satu keluarga atau rumah ada 2 (dua) orang laki-laki dan 1 (satu) orang perempuan,
Ketika si perempuan itu mulai di minang dari proses awal sampai kepada proses akhir,
diantara kedua laki-laki itu salah satu ditunjuk oleh keluarga dan diberikan hak penuh untuk bertanggung jawab atas perempuan yang bersangkutan dari awal proses (Isur, Farkor, fakfuken, farbakbuk, wor, anfanfan, dan prosesi adat lainnya yang berhubungan erat dengan perempuan tersebut) sampai akhir hayatnya.
Dari kedua hal tersebut di atas penulis tidak mengajak atau memprotes suatu kebiasaan adat yang positif dan bermakna historis bagi mereka yang melakukannya, tetapi penulis hanya mengkoreksi dua pemahaman tersebut sesuai dengan nama dan bentuk pelaksanaannya, agar setiap tindakan adat tidak keluar terlalu jauh dari makna yang sesungguhnya dan kebiasaan nenek moyang kita suku Byak yang mengunakan LEPAS KAIN GENDONG (ABOBS KAPAR) sebagai cara dan bentuk pembayaran uang susu yang sesungguhnya dan sebenarnya.
Demikian masukan dari kami sebagai pemerhati dan penikmat seni budaya,
Kami juga sangat menghargai setiap orang yang setia dan menghargai budayanya, sebab budaya adalah dasar suatu bangsa yang melambangkan kejayaan dan keperkasaannya pada masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.
SYOWI KUNEM, 🙏
Luis arwakon
------------------------------